Perkembangan Pasar Ekspor dan Impor Indonesia Januari-Agustus Tahun 2024

16 Oktober 2024

Dilihat 2092240 kali

Pada periode Januari hingga Agustus 2024, sektor perikanan Indonesia menunjukkan performa yang kuat dalam hal ekspor produk perikanan. Berdasarkan data sementara dari Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor produk perikanan mencapai USD 3,73 miliar dengan volume ekspor sebesar 895,58 ribu ton. Ini mencerminkan peningkatan sebesar 3,2% dalam nilai ekspor dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, sementara volume ekspor meningkat lebih signifikan, yaitu 17,7%. Kenaikan ekspor ini menunjukkan daya saing produk perikanan Indonesia yang semakin kuat di pasar global, meski ada beberapa dinamika yang mempengaruhi kinerja per komoditas dan negara tujuan ekspor.

 

Pada tahun 2024, udang masih menjadi komoditas ekspor utama dengan nilai mencapai USD 1,04 miliar, atau sekitar 27,8% dari total ekspor perikanan Indonesia. Namun, meskipun masih mendominasi, nilai ekspor udang mengalami penurunan sebesar 9,4% dibandingkan tahun sebelumnya. Di sisi lain, beberapa komoditas lain seperti Tuna-Cakalang-Tongkol (TCT), Cumi-Sotong-Gurita (CSG), dan Rajungan-Kepiting mencatatkan pertumbuhan positif. Ekspor TCT misalnya, mencapai USD 651,59 juta, meningkat 7,9% dibandingkan tahun sebelumnya, sementara ekspor CSG dan Rajungan-Kepiting masing-masing tumbuh 29,1% dan 19,0%.

Penurunan terbesar terjadi pada komoditas rumput laut, dimana ekspor mencapai USD 226,57 juta, turun 29,2% dari tahun sebelumnya. Rumput laut, yang sebelumnya menjadi salah satu komoditas andalan, tampaknya menghadapi tantangan signifikan di pasar global pada tahun 2024.

 

Amerika Serikat (AS) tetap menjadi pasar utama bagi produk perikanan Indonesia dengan nilai ekspor mencapai USD 1,22 miliar, atau sekitar 32,7% dari total ekspor perikanan. Namun, nilai ini sedikit menurun sebesar 3,6% dibandingkan tahun 2023. Di sisi lain, beberapa pasar ekspor utama lainnya menunjukkan kinerja yang sangat baik. Tiongkok mencatatkan pertumbuhan 9,6% dengan nilai ekspor sebesar USD 753,07 juta, sementara ASEAN dan Uni Eropa juga mengalami peningkatan masing-masing sebesar 18,0% dan 20,7%.

 

Pasar Jepang, meskipun masih signifikan, menunjukkan penurunan dalam nilai ekspor, yaitu sebesar 14,1%. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Indonesia memiliki pasar ekspor yang beragam, terdapat fluktuasi yang mencerminkan dinamika perdagangan internasional dan permintaan di negara-negara tertentu.

 

Pada komoditas udang, pasar utama masih didominasi oleh AS, dengan nilai ekspor mencapai USD 658,30 juta, atau 63,5% dari total ekspor udang Indonesia. Jepang dan Tiongkok mengikuti di urutan selanjutnya, dengan masing-masing menyumbang USD 188,81 juta dan USD 52,99 juta. Namun, penurunan nilai ekspor udang di berbagai pasar ini menandakan adanya tantangan yang perlu diatasi oleh industri udang nasional.

Sementara itu, komoditas TCT menunjukkan performa yang lebih positif, dengan pertumbuhan signifikan di berbagai pasar utama. AS, ASEAN, dan Uni Eropa merupakan tiga pasar utama yang mencatatkan nilai ekspor masing-masing sebesar USD 150,22 juta, USD 136,97 juta, dan USD 99,64 juta. Ini menegaskan bahwa TCT adalah salah satu komoditas yang potensial untuk terus dikembangkan di masa depan.

 

Komoditas CSG juga mengalami peningkatan nilai ekspor yang signifikan, terutama ke pasar Tiongkok dan ASEAN. Tiongkok merupakan pasar terbesar untuk CSG, dengan nilai ekspor mencapai USD 179,08 juta, atau sekitar 45,1% dari total ekspor CSG Indonesia. Pasar ASEAN juga cukup signifikan, menyumbang USD 139,21 juta dari total ekspor.

 

Di sisi impor, Indonesia mencatatkan penurunan yang signifikan dalam nilai impor produk perikanan. Sampai dengan Agustus 2024, total nilai impor produk perikanan Indonesia hanya mencapai USD 0,31 miliar dengan volume impor sebesar 175,08 ribu ton, turun 29,9% dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini menunjukkan upaya Indonesia dalam mengurangi ketergantungan pada impor, meskipun masih ada beberapa produk yang diimpor, seperti Salmon-Trout, Makarel, dan Rajungan-Kepiting.

 

Tiongkok tetap menjadi pemasok utama produk perikanan impor ke Indonesia dengan nilai sebesar USD 49,98 juta, meskipun angka ini turun drastis sebesar 50,8% dibandingkan tahun 2023. ASEAN dan EFTA juga tercatat sebagai mitra dagang impor utama, dengan masing-masing nilai impor sebesar USD 38,07 juta dan USD 33,52 juta.

 

Salah satu pencapaian penting dalam sektor perikanan Indonesia adalah surplus neraca perdagangan produk perikanan yang terus meningkat. Hingga Agustus 2024, surplus neraca perdagangan mencapai USD 3,42 miliar, meningkat 7,98% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Ini menandakan bahwa sektor perikanan Indonesia berhasil menjaga keseimbangan antara ekspor dan impor dengan lebih baik, meskipun ada tantangan yang harus dihadapi di pasar internasional.

 

Secara keseluruhan, performa ekspor produk perikanan Indonesia pada tahun 2024 menunjukkan hasil yang positif, meskipun masih ada beberapa komoditas yang menghadapi tantangan. Ke depan, strategi untuk meningkatkan daya saing dan diversifikasi pasar menjadi kunci dalam menjaga tren positif ini, terutama dengan memaksimalkan potensi komoditas unggulan seperti TCT, CSG, dan Rajungan-Kepiting di pasar global.

Artikel Terkait