Percepatan Langkah Indonesia Menjadi Penggerak Ekonomi Global Sebagai Anggota BRICS

12 Maret 2025

Dilihat 1555673 kali

Langkah Strategis Indonesia dalam Meningkatkan Ekspor Produk Perikanan

 

Bergabungnya Indonesia dalam organisasi blok ekonomi BRICS pada 6 Januari 2025, menandai langkah strategis Indonesia dalam memperkuat posisi ekonomi di dunia internasional. BRICS pertama kali digagas pada tahun 2006 oleh 5 negara pelopor yaitu: Brasil, Rusia, India, dan Tiongkok, dan Afrika Selatan, hingga akhirnya resmi berdiri pada 2009. Dengan masuknya Indonesia menjadi anggota BRICS, jumlah anggota BRICS kini menjadi sepuluh negara, terdiri dari Afrika Selatan, Brasil, Ethiopia, India, Iran, Mesir, Rusia, Tiongkok, Uni Emirat Arab, dan Indonesia serta delapan negara mitra, yaitu Belarusia, Bolivia, Kuba, Kazakhstan, Malaysia, Thailand, Uganda, dan Uzbekistan.

 

Selain menjadi anggota BRICS, Indonesia juga telah mengajukan keanggotaan resmi di Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) pada Februari 2024 serta dalam Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP) pada September 2024. Dari BRICS hingga OECD, merupakan upaya Indonesia dalam meningkatkan perannya sebagai penggerak ekonomi global selain sebagai pasar bagi produk asing, tetapi juga sebagai pelaku utama dalam kerja sama ekonomi internasional.

 

BRICS sendiri kedepannya diharapkan dapat berkembang menjadi organisasi ekonomi yang setara dengan OECD, bahkan dengan kelompok negara maju G7. Sebelum bergabungnya Indonesia, negara-negara anggota BRICS telah mewakili sekitar 48,3 persen populasi dunia dan berkontribusi terhadap 27,1 persen output ekonomi global. Dalam sektor perikanan global, BRICS menyumbang sekitar 16 persen dari total impor produk perikanan, sehingga kehadiran Indonesia menjadi peluang strategis untuk pengembangan pasar produk perikanan. 

 

Kinerja Perdagangan Perikanan Indonesia dalam BRICS

Kinerja ekspor dan impor produk perikanan antar negara BRICS dan Indonesia pada tahun 2023: 

  • Tiongkok merupakan importir terbesar dengan nilai impor sebesar USD 6,08 miliar atau 80,6% dari total impor produk perikanan intra-BRICS. 

  • Rusia merupakan eksportir terbesar dengan pangsa 42,8% dari total ekspor perikanan intra-BRICS atau sebesar USD 3,23 miliar, sedangkan Indonesia menempati posisi ke-3 terbesar dengan pangsa 17,0%. 

  • Komoditas utama ekspor Indonesia ke negara anggota BRICS adalah Cumi-Sotong-Gurita dengan nilai USD 389,70 juta atau 33,0% dari total diikuti dengan Rumput Laut USD 322,63 juta (27,3%) dan Udang USD 119,05 juta (10,1%). 

  • Ekspor produk perikanan Indonesia-BRICS masih didominasi produk non-olahan dengan kontribusi 77,7% sedangkan produk olahan berkontribusi 22,3%. 

  • Komoditas utama impor Indonesia dari negara anggota BRICS adalah Makarel dengan nilai USD 110,98 juta atau 56,7% dari total, diikuti Cod USD 23,70 juta (12,1%) dan Rajungan-Kepiting USD 16,21 juta (8,3%) (ITC Trademap, diakses tanggal 13 Januari 2025).

 

Peluang dan Tantangan dalam Pasar Perikanan BRICS

Berdasarkan analisis daya saing dan peluang pasar, Tiongkok dan Rusia merupakan pasar potensial untuk pengembangan pasar produk perikanan Indonesia, terutama udang, cumi-sotong-gurita, dan kepiting. Oleh karena itu, Indonesia dapat mengoptimalkan BRICS sebagai pasar alternatif bagi produk perikanan Indonesia, khususnya udang. Saat ini udang mengalami tantangan pemasaran ke pasar Amerika Serikat terkait kebijakan Pemerintah Amerika Serikat atas tuntutan anggota kongres untuk pengenaan tarif bea masuk resiprokal hingga 100 persen atas udang asal Tiongkok, Ekuador, India, Indonesia dan Vietnam. Amerika Serikat berkontribusi 63,7 persen dari total ekspor udang Indonesia (Seafoodsource, 13 Februari 2025).

 

Langkah strategis Indonesia dalam BRICS

Bergabungnya Indonesia dalam BRICS memberikan peluang besar untuk mendorong diversifikasi ekonomi, termasuk melalui sektor perikanan. Terkait tantangan yang akan dihadapi oleh Indonesia, terutama untuk anggota BRICS yang sudah memiliki posisi keunggulan di bidang tertentu seperti Tiongkok dan India, Indonesia perlu menyesuaikan kebijakan domestiknya, baik dalam hal regulasi perdagangan, investasi, maupun sektor industri, agar dapat memanfaatkan keanggotaan BRICS dengan optimal.

 

Beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan Indonesia diantaranya:

  • Meningkatkan upaya-upaya dalam memperdalam hubungan ekonomi, perdagangan, teknologi dan inovasi, serta pembangunan sektor kelautan dan perikanan lainnya, baik melalui skema kerjasama bilateral (Bilateral Trade Agreement) maupun regional (Regional Trade Agreement) dengan anggota BRICS;

  • Meningkatkan posisi tawar negara-negara anggota BRICS dalam forum-forum Internasional, sehingga memiliki suara yang lebih kuat dalam menentukan kebijakan ekonomi global guna melindungi kepentingan nasional dalam perdagangan internasional dan menghadapi tantangan ekonomi global;

  • Meningkatkan investasi di bidang kelautan dan perikanan, khususnya dalam teknologi pengolahan dan sistem rantai pasok untuk meningkatkan nilai tambah produk ekspor;

  • Meningkatkan akses pasar dan diversifikasi mitra dagang melalui peningkatan volume dan nilai perdagangan di antara negara-negara anggota BRICS, khususnya ekspor produk perikanan Indonesia yang selama ini terpusat di Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa.

 

Dengan dukungan langkah-langkah strategis seperti ini, Indonesia diharapkan dapat memanfaatkan keanggotaannya di BRICS untuk tidak hanya meningkatkan daya saing di sektor perikanan, tetapi juga mempercepat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dan mulai berperan aktif sebagai salah satu pemain utama dalam ekonomi global.

 

 


*) Artikel ini disusun oleh Tim Kerja Analisa Pasar Luar Negeri - Direktorat Pemasaran

 

Artikel Terkait